Sabtu, 15 Mei 2010

Ajang Apresiasi Musik "Nonmainstream"

PERKEMBANGAN musik di Indonesia akhir-akhir ini harus diakui mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hampir setiap minggu muncul kelompok musik baru. Saat kelahirannya sebagian band berani muncul dengan menawarkan warna baru yang mengusung nilai-nilai perlawanan terhadap industri musik yang bernaung di bawah major label. Beberapa band yang muncul bahkan mampu menjadi trend setter di kancah musik Tanah Air.

Namun sayangnya, warna musik yang berbeda atau lebih dikenal dengan nonmainstream ini justru membuat mereka kurang mendapat apresiasi dari major label. Tetapi hal itu tidak membuat mereka patah semangat atau melunturkan nilai "perlawanan" mereka terhadap musik. Dengan kemampuan serta semangat bermusik yang dimiliki para musisi itu, akhirnya mereka pun mampu mengibarkan bendera di antara komunitas pencinta musik indonesia, walaupun pamornya tidak sama dengan mereka yang berada di jalur mainstream. Hal inilah yang menimbulkan keyakinan, musik Indonesia tidak akan mati.

Sebagai bentuk apresiasi terhadap band dan musisi yang berani menyuguhkan karya musik nonmainstream itu, kini ada ajang Indonesia Cutting Edge Music Award (ICEMA) yang secara resmi diperkenalkan kepada publik pada 29 April lalu.

Dijelaskan Denny Sakrie, selaku Ketua Dewan Kategori sekaligus pengamat musik, ICEMA merupakan ajang apresiasi bagi karya nonmainstream yang bertujuan untuk mengakomodasi perkembangan terkini karya musik Tanah Air.

"Tidak bisa dimungkiri perkembangan band dan musisi nonmainstream di Indonesia sangat luas. Tapi sayangnya, mereka hanya dikenal oleh komunitas penggemarnya sendiri. Inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa ICEMA digelar, untuk memperkenalkan band dan musisi nonmainstream kepada khalayak yang lebih luas di luar komunitas penggemarnya," jelas Denny dalam konfrensi pers ICEMA di Green Cafe, Jln. Diponegoro Bandung, Rabu (12/5).

Menurutnya, cutting edge di sini bukan aliran musik, tapi payung musik nonmainstream. Mengenai penilaian bagaimana sebuah karya musik bisa masuk sebagai kategori cutting edge, dijelaskannya, Dewan Kategori ICEMA salah satunya memilih berdasarkan bunyi-bunyian yang muncul. Bunyi-bunyian itulah yang membuat mereka masuk dalam cutting edge.

"Meskipun band atau musisi cutting edge ini lebih mengutamakan idealisme dan tidak terkungkung label, bukan berarti cutting edge hanya bagi band atau misisi yang bergerak di jalur indie. Musisi yang masuk ICEMA ada juga yang dari major label, seperti Maliq N D'Essential, Naif atau Tompi," bebernya.

Bikin produser melek

Selain untuk lebih mengenalkan band cutting edge kepada khalayak luas, ICEMA juga dihelat untuk membuat produser rekaman yang memang memandang sebelah mata musisi cutting edge ini melek. "Diharapkan ICEMA yang memberikan penghargaan tertinggi ini, bisa membuat publik dan major label melihat ada yang berbeda dari band-band cutting edge ini. Sehingga publik dan major label sadar mereka memiliki karya yang tidak boleh dipandang sebelah mata," tegasnya.

Dalam ajang yang diselenggarakan sebagai salah satu program penghargaan bergengsi bagi band dan musisi cutting edge ini, dewan kategori yang terdiri atas Adib Hidayat (Managing Editor majalah Rolling Stone Indonesia), Eric Wiryanata (penulis dan pemilik Deathrockstar.Info), Indra Ameng (seniman, kurator program ruang rupa, dan manajer band), dan Sandra Asteria (music director Trax FM Jakarta) menyaring lebih dari 400 band untuk mencari band yang layak masuk dalam 20 kategori.

"Itu merupakan kerja yang berat. Namun dengan mengacu pada aspek orisinalitas hasil karya, kekuatan pencitraan karakter band, tema-tema baru di dalam lirik lagu, dan perpaduan musik dengan liriknya, terpilihlah puluhan band yang masuk dalam 20 kategori ini. Berdasarkan aspek-aspek tadi kami yakin band-band tersebut memang layak diperkenalkan kepada masyarakat," timpal Adhi Djimar, Strategic Planning Director MACS909.

Meski pemilihan diserahkan langsung kepada public, Namun beda dengan ajang lainnya, ICEMA menggunakan platform online Windows Live di www.icema.co.id untuk publik yang ingin menyumbangkan dukungannya secara langsung. "Dengan cara ini bukan berarti votingnya jadi enggak fair. Soalnya satu voting cuma buat satu akun atau satu alamat e-mail. Jadi enggak bisa berulang-ulang milihnya," jelas Adhi.

Selain buat voting, bagi band nomine, platform Windows Live ini juga bisa dipakai untuk memuat profil, mengomunikasikan diri, berpromosi, dan menggalang dukungan dari para penggemar.

Bertukar informasi

Craig Law Smith, Marketing Director Microsoft Online Service Group South East Asia menyebutkan, pihaknya sadar saat ini jejaring sosial telah berevolusi tidak hanya sebagai platform komunikasi, tapi juga sudah menjadi media untuk memperluas jaringan kerja dan menciptakan aktualisasi diri. Ia juga menegaskan, Microsoft Windows Live mampu memfasilitasi kebutuhan sekaligus memperkuat hubungan antara musisi nonmainstream dengan penggemarnya untuk bertukar informasi, melakukan kegiatan, pemasaran serta menghimpun dukungan terhadap musik mereka.

Mengenai ajang ini, Attir, vokalis Speaker First mengatakan, sudah waktunya band nonmainstream memiliki wadah yang bisa menyatukan semuanya. "Memang sudah waktunya kita kumpul bareng. Hanya saja karena ada kompetisi untuk menjadi yang terbaik, nilai kebersamaannya jadi berkurang," katanya

Selain memberikan penghargaan bagi band paling digemari, ajang ini juga memberikan kesempatan bagi band nonmainstream pendatang baru yang akan berkesempatan terpilih sebagai 10 Best New Comers.

\m/

Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

0 komentar:

Posting Komentar